Kajian Adat


HUKUM ‘ADAT

A. Ta’rif ‘Adat.
‘Adat atau kebiasaan yang menjadi landasan hukum Syara’ adalah yang berta’rifkan sebagai berikut :

اِتِّصَا لٌ عِنْدَ ارْتِبَا طِ السَّبَبٍ وَالمُسَبَّبِ بِالتَّكَرُّرِ مَعَ صِحَّةِ تَخَالُفِهِ وَعَدَمِ تَأْشِيْرِهِ
Artinya : Sambungan yang ada kaitannya antara penyebab dan yang disebabinya, karena sering terjadi serta sah gagalnya dan tidak ada kemampuan untuk membuktikannya.

Materi kata : اتصال .yang artinya kontak persambungan maka sesuatu yang apabila antara penyebab dan yang musababnya tidak saling berhubungan bukanlah ‘Adat, seperti ada perkataan orang : Karena ujung pagar menjorok ke rumah. Si pemiliki rumah menjadi sakit. Padahal antar ujung pagar dengan si pemiliki rumah yang sakit berjauhan (tidak kontak menyabung), ketetapan semacam ini adalah bid’ah dan apabila ada kejadian demikian, itu hanyalah kebetulan saja (tupalehing)

Materi kata : عند ارتباط السبب والمسبب ,antara sebab dan yang disebabinya ada kaitan, maka sekalipun ada sambungan tapi tidak ada kaitan yang kongkrit, tidak termasuk kepada ‘Adat. Seperti : Seseorang memakai batu cincin Sulaiman lalu orang tersebut menjadi kaya, padahal antara kekayaan dan memakai batu cincin Sulaiman tidak ada kaitan yang kongkrit (rasional), maka ketetapan semacam ini bukan ketetapan ‘Adat karena irrasional. Andaikata hal tersebut ada itu hanyalah kebetulan saja atau termasuk kepada sihir Himiya.

Materi kata : بالتككرر ,artinya persambungan tersebut harus berdasarkan seing terjadi, maka kejadina yang sifatnya insiden (sewaktu-waktu) tidak termasuk kepada ‘Adat, seperti adanya Mu’jizat para Nabi, Karomah para Wali atauu Sihirnya orang-orang Fasiq.

Materi kata : مع صحّه تخالفه ,artinya persambungan tersebut bisa gagal. Dari materi ini muncul yang disebut Khowariqu lil ‘Adat (kejadian luar biasa), seperti yang dibakar tidak hangus, yang dibacok tidak luka dan lain sebagainya.

Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai Khowariqu lill ‘Adat. Insya Alloh akan dijelaskan pada sifat Wahdaniyyat.

Materi kata : وعدم تأشيره ,artinya ‘Adat tidak mempunyai kemampuan untuk menciptakan (membuktikan) suatu kejadian, hangusnya yang terbakar bukan karena api, kenyangnya perut setelah makan bukan karena adanya yang dimakan, turunnya hujan bukan karena menduganya cuaca, melainkan karena kekuasaan Alloh SWT semata.
Ta’rif ‘Adat tersebut merupakan dasar hukum ‘Adat dan dari ‘Adat ini lahir beberapa ilmu, antara lain :
a) Ilmu Nabatat – Ilmu tumbuh-tumbuhan (flora),
b) Ilmu Hayawanat – Ilmu Kehewanan (Fauna).
c) Ilmu Jamadat/Haiat – Ilmu Tegnologie.
d) Ilmu Pertambangan.
e) Ilmu Samawat/Falak – Astronomi/Tata Surya.
f) Dan lain sebagainya.

Dalam hal ini hukum Syara’ menetapkan hukum Fardlu Kifayah, adanya seseorang dari ummat Islam yang menguasai ilmu-ilmu tersebut maka hendaknya kita sebagai ummat Islam menjadi pelopor dalam menguasai ilmu-ilmu tersebut, setidaknya ada satu orang dari setiap daerah.

Hukum ‘Adat Wajib Di Hormat.
Oleh karena ketetapan hukum ‘Adat menjadi landasan hukum Syara’ maka ketentuan-ketentuannya wajib dihormati, seperti merokok akan menimbulkan penyakit kanker hati maka sebaiknya tidak merokok, atau apabila terlalu banyak makan sambal akan menimbulkan sakit perut maka janganlah terlalu sering makan sambal dan lain sebagainya.
Firman Alloh SWT dalam al-Qur’an surat 13, ar-Ro’du ayat 11 :
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Namun demikian, ayat-ayat Alloh yang berkaitan dengan hukum ‘Adat (sebab dan musabab) seperti tersebut di atas janganlah di ‘itikadkan bahwa ‘Adat mempunyai daya cipta menjadikan suatu hasil, karena apa dan siapapun tidak akan mampu menciptakan suatu perkara selain Alloh SWT. Sebagaimana Firman Alloh dalam al-Qur’an surat 9, at-Taubat ayat 51 :
Artinya : Katakanlah: "Nafkahkanlah hartamu, baik dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, Namun nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kamu. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang fasik.

Firman Alloh yang menunjukan kepada Syari’at dan hakikat, didalam pengamalannya bagi kita sebagai ummat Islam adalah : Firman Alloh yang menunjukkan kepada ‘Adat adalah untuk dijadikan landasan ‘amal dan pembicaraan, sedangkan firman Alloh yang menunjukkan kepada hakikat adalah untuk di ‘itikadkan sebagai landasan tawakal, sabar dan syukur kepada Alloh SWT.
Sepanjang Alloh masih menyelenggarakan hukum ‘Adat maka ketentuan hukum ‘Adat harus dihormat (dilakukan), namun apabila Alloh tidak menyelenggarakan hukum ‘Adat, Aloh tidak mentaklif untuk menjalankan ketetapan hukum’Adat, melainkan memerintahkan untuk bertawakal (berserah diri) secara penuh kepada Alloh SWT. Diserta dengan shobar dan bersyukur.
Sebagaiman peristiwa yang menimpa kepada Nabi Ibrohim AS, ketika akan dibakar oleh raja Namrud. Di hadapan Nabi Ibrohim tidak nampak lagi perjalanan Syare’at (hukum ‘Adat) untuk dapat menghindari dari kedzaliman raja Namrud. Di sa’at seperti ini Nabi Ibrohim AS. Berserah diri secara bulat kepada Alloh (Tawakal), di hatinya berkeyakinan bahwa api tidak mempunyai kemampuan sedikitpun untuk menciptakan hangus dan panas, hanya Alloh lah yang mampu mewujudkan suatu perkara. Maka disa’at situasi dan kondisi Nabi Ibrohim yang demikian itu, datanglah pertolongan dari Alloh, dimana ketentuan hukum ‘Adat menjadi sanggat bertolak belakang, api bukannya merasa panas melainkan menjadi dingin yang menggigil, sebagaimana firman Alloh dalam al-Qur’an surat 21, al-Anbiya ayat 69 :
Artinya : Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim",

Hubungan sabab dan musabab (hubungan ‘Adat) ada 4 macam :
1. Hubungan ada kepada ada, seperti hubungan antara rasa kenyang dengan adanya yang dimakan.
2. Hubungan ada kepada tidak ada, seperti hubungan adanya selimut dengan tidak adanya rasa dingin.
3. Hubungan tidak ada kepada ada, seperti adanya selimut kepada adanya dingin.
4. Hubungan tidak ada kepada tidak ada, seperti hubungan tidak makan dengan tidak adanya kenyang.

Istilah ‘Adat.
Adapula sebutan Adat yang bukan hukum ‘Adat seperti :
1. Adat yang berarti akhlak budi pekerti, atau kelakukan seseorang, umpamanya Si Pulan adatnya baik, artinya adat budi pekerti Si Pulan adatnya baik.
2. Adat yang berarti Sya’nul Kaum (Kelakuan suatu bangsa), umpamanya adat orang Bali apabila membawa botol di atas kepala.

Adat-adat semacam ini tidak mutlak dibenarkan oleh hukum Syara’ ada yang dipandang baik ada pula yang dipandang tidak baik, oleh karenaya tidak mutlak dijadikan landasan hukum Syara’.


B. Ta’rif Hukum ‘Adat.
اِشْباتُ اَمْرٍ لامْرٍ اَوْنَفْيُهُ عَنْهُ بِوَاسِطَةِ التَّكَرُّرِ عَلَى الحِسِّ مَعَ صِحَّةِ تَخَالُفِهِ وَعَدَمِ تَأسِيْرِهِ (خر يدة البهية 13 )
Artinya : Menetapkan suatu perkara (sebab) kepada perkara yang lain (musabbab) atau mentidak adakan suatu perkara dari perkara yang lain dengan melalui suatu analisa dari sering terjadi. Diketemukan oleh panca indra, positif ada kaitan, dapat gagal dan tidak ada hasil dari Sebab dan Musabbab.

Contoh : Menetapkan hangus karena terbakar api, menetapkan segar karena ada yang diminum.
Materi kata : اشبات امرلامراونفيه , ini merupakan pokok ta’rif hukum dari mulai hukum ‘Adat, hukum Syara’ sampai hukum ‘Akal.
Materi kata : بواسطةالتكرربينهما , materi ini menunjukkan perbedaan antara hukum ‘Adat dan hukm Syara’ dan hukum ‘Akal.
Materi kata : علئ الحس , materi ini menunjukkan bahwa antara sabab dan musabbab harus ada keterkaitan dan penetapannya harus melalui hissi, baik dohir maupun bathin.
Yang dimaksud dengan hissi dohir adalah yang disebut dengan Panca Indra :
1. Penglihatan Mata, seperti terlihatnya luka karena teriris pisau, luka bakar karena api, antara sebab dengan musabbab kedua-duanya dapat tersaksikan oleh mata, dalam arti saling berhubungan dan berkaitan secara positif.
2. Lidah, seperti menetapkan rasa manis kepada gula, menetapkan rasa asin kepada garam, antara sabab dan musabbab ditemukan dengan lidah.
3. Telinga, seperti menetapkan adanya suara karena ada yang berbicara, hubungan keduanya ditemukan oleh telinga.
4. Hidung, seperti menetapkan adanya harum pada Parfum, penetapan ini berdasarkan penemuan hidung.
5. Sentuhan Kulit/Peraba, seperti adanya bintik-bintik di punggung, itu ditetapkan oleh rabaan/sentuhan tangan.

Adapun yang disebut. Hisi Bathin, adalah seperti ditemukannya rasa lapar, susah, bingung, bahagia dan lain sebagainya.
Pembagian hukum ‘Adat.
Ketetapan hukum ‘Adat terbagi dua bagian :
1. Wajib ‘Ady, yaitu suatu ketetapan yang harus terjadi menurut ketetapan ‘Adat, berdasarkan persambungan sepeti dalam ta’rif tersebut di atas.
2. Muhal ‘Ady, yaitu suatu ketetapan yang tidak akan terjadi menurut “Adat, disebut Khowariqu lil ‘Adat, seperti mustahil ada yang dibakar tidak hangus, mustahil ada yang dibacok tidak luka.

0 comments:

Post a Comment